Penantian liburan merupakan momen yang dinanti oleh
hampir semua pelajar, baik dari kalangan siswa maupun mahasiswa, terutama yang
merasakan hidup berasrama (boarding). Momen liburan dijadikan sebagai
sarana untuk berjumpa lagi dengan keluarga, saudara dan teman-teman lama.
Pertemuan yang sangat dinantikan kini telah terwujud, khususnya bagi kami
mahasiswa STKIP Al Hikmah Surabaya. Liburan kali ini akan kami warnai dengan
warna yang berbeda, seandainya dulu ketika kami masih menjadi siswa, liburan
yaa gitu gitu saja. Tiada tugas, penuh dengan refreshing. Bagiku secara
pribadi dan teman teman satu angkatan, liburan kali ini merupakan liburan
pertama. Liburan pertama dengan tugas yang Masya Allah luar biasa. Sit in class
sesuai dengan prodi, membuka pembelajaran di sekolah asal, mencari calon
mahasiswa, sosialisasi kampus, observasi kegiatan pramuka, mengajar baca Al Qur’an
(ngaji) dan tugas lainnya yang linier dengan tujuan kampus, yakni Guru
Pejuang Abad 21. Intinya, liburan kali ini merupakan KKN pertama di 2018, dan
kampus mengangkat tema berupa “Mengabdi dan Mewarnai Negri dengan Akhlak yang
Mulia”.

Kembali
ke cerita KKN saya. Hari pertama setelah perpulangan, tepatnya hari ahad yang
saya lakukan adalah beristirahat dengan tenang di rumah. Keesokan harinya
hingga lusanya, urusan KTP harus diselesaikan. Satu tahun penantian merupakan
waktu yang cukup panjang untuk pembuatan kartu identitas kecil sebagai Warga
Negara. Walhasil, ternyata KTP belum bisa diambil, alias belum jadi. Lanjut ke
hari keempat, seharusnya di hari itu merupakan langkah awal untuk melaksanakan
tugas KKN 2018. Berangkat ke sekolah asal, tepatnya ke Pondok Pesantren
tercinta, Pondok pesantren Al Ihsan di Kota Nganjuk. Hari rabu tidak jadi
berangkat, karena belum siapnya beberapa hal. Alhamdulillah, hari kamis Allah
mengizinkan saya untuk bernagkat dan sampai dengan selamat. Menaiki bis dari Bungurasih
ke Pasar Baron (16.000), dari pasar baron saya rela jalan kaki ke pondok
daripada harus menaiki bentor(becak montor) yang harganya tak bisa di
tawar dan lebih mahal dari pada bis, yakni 20.000 bisa lebih. Jalan kaki
menjadi alternatif, meskipun jarak yang ditempuh dengan langkah kaki ini menimbulkan
banyak air bercucuran diseluruh tubuh. Hal ini dikarenakan beban yang harus
dibawa untuk satu pekan melakukan pengabdian di Pondok Pesantren.
Tempat
yang pertama kali menjadi destinasi adalah villa qur’an milik pesantren. Tempat
itu merupakan tempat adik kandungku menuntut ilmu dan menghafal kitab suci umat
Islam, Al Qur’an. Villa Qur’an juga menjadi tempat sit in pertamaku. Tetapi
sebelum sit in, laporan ke kepala SMA harus dilakukan terlabih dahulu,
perjalananpun dilanjutkan setelah memberikan titipan dari ibu untuk adik.
Langkah perjalanan kembali dilakukan, keringat semakin bercucuran, wajah yang
berseri mulai terlihat kelelahan, kepanasan dirasakan. . . (bersambung)
Komentar
Posting Komentar