JUST LOOK, MUCH LEARN
Sebuah cerita observasi kegiatan
pramuka ketika KKN
Aku, SMA dan Kepanduan |
Kegiatan Pramuka,
kegiatan yang masih abu abu jika menggunakan sudut pandang pengalaman pribadi.
Selama di bangku SMP dan SMA, tidak ada masa-masa indah dengan kegiatan tersebut.
Sejak SMP sudah hidup di lingkungan boarding school, yang mengakibatkan
pengalaman hidup sedikit berbeda dengan yang lain. Mungkin bagi teman yang
menempuh pendidikan di Sekolah Negri, pasti pernah merasakannya. Merasakan masa
memakai paian berwarna coklat dilengkapi dengan hasduk atau semacam slayer
berwarna Merah-Putih. Masa SMP di boarding, membuatku merasakan hal yang hampir
mirip tapi berbeda. Kegiatan kepanduan tepatnya, yang bernama “PANDU
HIDAYATULLAH”. Begitu pula dengan Menegah atas, menjadi pencetus (angkatan
pertama) sebagai pembentuk organisasi Kepanduan. Singkat cerita, masuk STKIP
harus bisa pramuka. Bagaimanapun caranya, dibentuk melalui proses yang tak
mudah dan tak singkat.
KKN 2018 angkatan
2017, diwarnai dengan kegiatan positif yang pasti bermanfa’at. Salah satunya,
mengajar pramuka walaupun seminimal-minimalnya “hanya mengamati”. Walhasil,
itulah opsi yang kami ambil. Kami, saya bersama Rizki lebih memilih hanya
melakukan observasi. Kami sadar akan kemampuan kami, dan kami mengerti
tempat yang akan kami tuju memiliki agenda serius. Beruntungnya kami, masih ada
Aziz yang sempat menduduki singgasana kepemimpinan pramuka (entah apa namanya).
Hal itu mempermudah kami, Alhamdulillah.
![]() |
Aziz beraksi |
Observasi kegiatan
pramuka di MABL Daru Ulil Albab yang didalamnya terdapat PonPes Daru Ulil
Albab. Menuntut kami, untuk mengikuti kegiatan pesantren terlebih dahulu.
Kajian rutin/Tausiyah dari Kyai. Kyai disana lebih dikenal sebagai Abi Kharis
(KH. Kharisuddin ‘Aqib). Seusai shalat Maghrib, kami bertiga diberi kesempatan
untuk memberikan motivasi sesudah beliau. Hal itu diluar rencana, tapi itulah
yang sudah terjadi. Justru kegiatan observasi kami tidak begitu maksimal. Hal
ini dikarenakan kegiatan yang mundur hingga tengah malam. Terpaksa kami, khususnya
saya, ber-i’tikaf di masjid. Tanpa alas, tanpa bantal. Terbangun sekitar pukul
01.00, rasa sakit mulai terasa, angin mulai masuk, ternyata saya masuk angin.
Selama kegiatan
berlangsung pengamatan terjadi secara singkat. Urusan pramuka, aziz lebih berkuasa.
Kami pasrah, dan mengawasi dari jauh. Tangan di perut, kepala menunduk, duduk
di samping masjid. Hanya itu, efek masuk angin membuat fisik tak mampu. Tak
lama kemudian, ada dua orang yang hendak menanyakan kehadiran kami, dan
ternayat mereka panitia kegiatan pramuka. Sebagai pengetahuan, sebenarnya
sedang diadakan kegiatan “Penempuhan” untuk mendapatkan kaos khusus dari
pramuka. Lanjut ke panitia, kami berdua-saya dan rizki- ditanya tentang maksud
kedatangan hingga tanya-jawab panjang dan bertemu pada akhir yang membuat kedua
panitia tadi kembali.
1.
Seharusnya kegiatan
pramuka harus selalu “On Time”, sehingga tak muncul akibat lebih lanjut yang
memunculkan lebih banyak bahaya
2.
Ibarat pasien
mengobati diri sendiri, para sisiwa-siswa yang hendak melakukan “penempuhan”
merupakan orang-orang yang harus mempersiapkan kegiatan. Jika salah, mereka
salah. Jika terlambat memulai, mereka terlambat.
3.
Ada kasih sayang yang
terjalin ketika mendidik, meski terkadang hal itu melalui ekspresi teguran dan
amarah. Aziz yang ketika itu turun tangan, hampir merata memarahi mereka. Hal
tersebut hanya untuk kebaikan mereka, mungkin aziz tak ingin semakin lama
semakin hancur pramuka disana.
4.
Jangan tidur tanpa
alas, karena sehat meruapakn nikmat yang pasti akan disyukuri ketika sehat itu
telah dicabut, dan diberinya rasa sakit.
5. Pengalaman itu penting. Pengalaman akan menambah pengetahuan, proses
belajar akan terjadi. Belajar, belajar dan belajar. Baru kemudian mampu untuk
mengajar.
Seoga
semakain lama Guru Abad 21 yang pramuka, mampu menjadi Guru yang Pramuka juga.
Wallahu A’lam
Komentar
Posting Komentar