Irasional Memilih
Memilih
menggunakan otak tidak akan netral Karena dipengaruhi bias kognitif atau bisa
disebut ketidakirasionalan
Akal dan
pikiran rasional tidak selalu membuat kita berpikir objektif, hanya disaat
tertentu saja
Berpikir objektif contohnya ketika
menghitung ikan. Kita akan cenderung sesuai fakta, tidak peduli ikan itu hidup
atau mati, perasaan kita terhadap yang mati adalah proses setelah menghitung
bukan ketika menghitung
Peran
memilih akan bergantung pada emosi, setiap kandidat selalu menyodorkan hal hal
menarik, seperti sekolah gratis, pembangun infrastruktur yang massif atau
penurunan harga sana sini dan pembukaan lapangan kerja besar besaran
Kemasan
tertentu akn menarik daya tarik pemilih
Jika kandidat hanya datar datar
saja, tanpa sedikit mempercantik meskipun dengan sedikit SARA maka akan
dianggap biasa. Karena kewajiban mereka merupakan hal yang wajar dan biasa
Ironisnya emosi
memainkan peranan sentral dalam pengambilan keputusan para pemilih.
Kandidat
dengan program yang lebih unggul, sebenarnya tidak akan ditagih, mengingat
penilaian pemilih yang tidak bisa objektif
Pemilih
cenderung subjektif. Memilih yang disuka, menumbangkan yang tidak suka
Contoh,
kita mendapat banyak sekali masukan negative terhadapa salah satu kandidat,
sehingga pasti kita cenderung tidak memilih kandidat tersebut
Apalagi yang viral di pemilu tahun
ini, adalah tumbangkan banteng, tumbangkan banteng, wal hasil jelas, banteng
banyak bergugugran dimana-mana
Dalam
psikologi, hal ini berlawanan. Seharusnya kita berfikir rasional, justru kita
menjadi berfikit insting dan intuitif akibat rasa suka dan tidak suka
Stereotyping Cara berpikir ini sifatnya otomatis, tidak
disadari, dan berlangsung cepat.
Sebaliknya berpikir rasional cirinya logis, disadari, dan
lambat
Serangan bertubi tubi di sosial media contohnya, tidak akan
bisa kita cerna jika menggunakan cara berpikir rasional. Lebih mudah jika
insting bermain disini
Berpikir
insting bagus untuk bisnis, tidak untuk politik
Insting dalam politik akan menimbulkan
bias kognitif, ketidakirasionalan dan stereotyping
Stereotipe ini adalah penilaian
berdasar persepsi, jalan o=pintas dengan intuitif untuk menyederhanakan hal
yang kompleks dan membantu pengambilan keputusan yang cepat
Stereotipe pilkada contohnya sama dengan pemilih, entah itu
separtai, sekeluarga, sekelompok, segolongan, sesuku, seagama, sepemikiran dan
sebagainya
Contoh,
jokowi bisa menang, karena bisa blusukkan. Seolah olah ia bisa merasakan dan
menjadi masyarakat, sehingga masyarakat merasa ada dari kalangannya yang akan
memimpin
Sedangkan
kandidat lain, yang cenderung bersikap seperti orang orang exclusive. Maka
masyarkat tidak seberapa tertarik, meskipun kemampuan dalam memimpin tak
dipertanyakan lagi
Sekalipun bersikap seperti para
pahlawan nasional, fotonya ada diamanamana, terkenal. Tapi sejatinya masyarakat
tidak mengenal, karena masyarakat tidak merasa terwakilkan oleh pemimpin model
tersebut
Contoh
seperti obama, yang bisa mengangkat derajat ras kulit hitam, maka wajar jika
beliau bisa menang. Begitu juga dengan jokowi
Apakah
Anda juga “tertipu” dengan pikiran Anda sendiri? Apakah bias kognitif
mempengaruhi pilihan Anda?
Berikut
ciri-cirinya :
1.
Pilihan Anda berdasarkan emosi. Sangat suka dengan calon pilihan Anda dan/atau sebaliknya
sangat tidak suka dengan salah satu atau lebih calon yang lain (suka atau tidak
suka adalah salah satu bentuk emosi).
2. Sulit
untuk percaya calon pilihan Anda punya keburukan, sebaliknya sulit untuk
percaya calon yang lain punya banyak sisi positif.
3. Tidak
begitu memahami program-program apa saja yang diusung calon Anda.
..
.
Tulisan ini diambil, dikembangkan, dikomentar dari Artikel
ini telah tayang di Kompas.com dengan
judul "Apakah Bias Kognitif Memengaruhi Pilihan Anda dalam Pilkada? Oleh
BONDHAN KRESNA W. Kompas.com - 27/06/2018, 15:36 WIB
Editor : Yohanes Enggar Harususilo
Editor : Yohanes Enggar Harususilo
Sumber :
Komentar
Posting Komentar